Kerajaan Majapahit





            Awal sejarah Majapahit bermula dari peristiwa dibukanya hutan Tarik oleh orang-orang Madura di bawah pimpinan Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Kertanegara, Raja Singasari terakhir yang dibunuh oleh Raja Kadiri, yaitu Jayakatwang. Daerah hutan yang dibuka tersebut diberi nama Majapahit yang menurut kitab Pararaton berasal dari kata “Mojo” (nama buah) dan “pait” (pahit).
            Dengan datangnya tentara Cina di bawah pimpinan Kubalai Khan untuk menghukum Jayakatwang. Raden Wijaya diajak menyerang Kediri. Di Madura, Viraraja juga mempersiapkan kekuatan tentaranya jika sewaktu-waktu dikirim ke Majapahit untuk menyerang Kediri. Tepat pada tahun 1292 M Raden Wijaya mulai mengatur siasat untuk menyerbu Kerajaan Kediri yang diperintah Jayakatwang. Kesempatan ini tepat ada saat datangnya tentara Tartar (Mongol) sehingga Raden Wijaya memiliki kesempatan untuk bergabung dengan tentara Tartar menyerbu Jayakatwang. Raja Jayakatwang mengalami kekalahan. Setelah memperoleh kemenangan, Raden Wijaya menyerang pasukan Tartar dan mengusirnya dari Jawa. Pada tahun 1293 M, Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawarddhana.
            Setelah Raden Wijaya naik tahta beliau segera mengangkat pejabat kerajaan yang terdiri dari para pengikutnya yang berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, antara lain yaitu :
a.      Nambi diangkat menjadi Patih.
b.      Sora diangkat menjadi Demung.
c.       Ranggalawe diangkat sebagai Adipati Tuban.
d.      Tumpo diangkat menjadi Tumenggung.
e.      Wiraraja diberikan tambahan daerah hingga Lumajang dan menjadi Bupati Pasuruan
Raden Wijaya memperisteri keempat putri Kerta Negara, yaitu Tribuana, Daranendra Duhita, Pradnyaparamita, dan Gayatri. Selain itu Raden Wijaya juga memperisteriseorang putri melayu yang bernama Dara Petak. Dari Dara Petak, Raden Wijaya memiliki putra yang bernama Kalagemet atau Jayanegara. Tahun 1309 M Raden Wijaya meninggal.
Penggantinya adalah Jayanegara. Pada masa pemeritahannya banyak terjadi  pemberontakan karena ketidakpuasanpemberian kedudukan di Majapahit. Pemberontakan ini, antara lain pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311 M, pemberontakan Juru Demung pada tahun 1313 M, pemberontakan Gajah Biru pada tahun 1314 M , pemberontakan Nambi 1316 M, dan pemberontakan kuti yang sempat menduduki Kraton Majapahit pada tahun 1319 M. Semua pemberontakan itu dapat dipadamkan, bahkan pada saat terjadinya pemberontakan kuti muncul tokoh Gajah Mada sebagai kepala pasukan penyelamat raja.
Selanjutnya Jayanegara digantikan oleh Gayatri tapi diwakili oleh putrinya Tribuana, karena Gayatri telah menjadi seorang Biksuni dan tinggal di Biara. Setelah naik tahta, Tribuana bergelar Tribuana Tunggadewi Jaya Wisnuwardana.
Pada masa pemerintahannya, Tribuana didampingi oleh Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada bertekad mempersatukan Nusantara dengan mengucapkan Sumpah Palapa,yang artinya tidak bersenang-senang sebelum mempersatukan Nusantara,yaitu: Maluku, Sumatera ,Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Irian. Pada tahun 1350 Tribuana wafat, pemerintahan diserahkan kepada anaknya yang bernama Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk memerintah di Majapahit tahun 1350 sampai dengan 1389 dengan gelar Sri Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Patihnya Gajah  Mada, Majapahit  menjadi kerajaan yang kuat dan besar, karena seluruh  wilayah kecuali Pajajaran di Jawa Barat telah dapat ditaklukan dan dikuasai oleh Majapahit.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk beliau menata bidang keagamaan dengan mengangkat : Kepala Agama disebut Dharmadhyaksa diangkat 5 orang untuk agama Siwa, 2 orang untuk Budha, 7 orang untuk Hindu (Saptapati). Raja Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada menjalankan pemerintahan dengan sangat bijaksana dimana penghormatan terhadap arwah nenek moyangnya setiap tahun dilaksanakan, beliau sangat toleransi terhadap rakyatnya, sewaktu-waktu beliau turun kebawah mengawasi rakyatnya sebagai kontrol, dan sebaliknya rakyatnyapun menghaturkan upeti kepada raja sebagai rasa hormatnya. Dibidang politik beliau juga mengadakan kerjasama dengan negara lain sehingga keperluan bahan untuk upacara bagi Umat Hindu mudah didapat terutama hubungan dengan Cina mengenai uang kepeng.
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, kerajaan Majapahit menjadi aman, banyak candi yang didirikan, seperti candi Penataran, Sawentar dan Sumber Jati di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di Kediri, Candi Tikus di Trowulan dan candi Jabung di dekat Kerasakan.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk munculah pujangga-pujangga seperti :
1)     Empu Prapanca mengarang kitab Kakawin Nagara Krtagama (Pancasila     Krama).
2)      Empu Tantular mengarang kitab Sutasoma  yang memuat istilah Bhineka Tunggal Ika ( Berbeda-beda tetapi tetap  satu juga).
3)      Empu Kanwa mengarang  kitab Arjuna Vivaha.
Adapun cuplikan Kekawin Arjuna Vivaha Sargah 40 dengan wirama Mandomalon:
1.   Stutin nira tan tulus, sinawuran paramarta Siva
      Anakku uwus katon, abhimatanta temunta kabeh
      Ana panganugrahangku, cadhu sakti wininmba sara
      Pasupati sastra kastu, pengaranyanihan wulati.
Terjemahan;
-         Sembah Sang Arjuna belum selesai, sudah diterima dan dijawab oleh Bhatara Siva,
-         Oh Arjuna anakku sudah sudah kulihat apa yang kau inginkan dan sudah kau dapatkan
-         Ini ada pemberian Ayah Cadhu Sakti yang berupa senjata,
-         Panah pasupati bentuknya/namanya yang sudah tak asing lagi, lihatlah.


            2.   Wuwusira Sanghyang Isvara, mijil tangapui ritangan
                  Wawangasarira katara, manginditaken wdrayang
                  Tinarima sang Dananjaya, tikang sara suksmatika
                  Nganala sarira satmaka, lawan werayang wekasan.


            Terjemahan;
-         Seperti itu ucapan Sanghyang Siva, lalu keluar api dari tangannya.
-         Dengan cepat api itu berubah menjadi raksasa dan membawa panah.
-         Diterima oleh Sang Arjuna panah tersebut, lalu menghilanglah raksasa tersebut.
-         Yang berupa api itu kemudian menyatulah dalam panah tersebut.


            Dibidang politik, yang besar pengaruhnya terhadap  perkembangan Agama Hindu di Bali adalah berkat keuletan Raja Hayam Wuruk dengan Patih  Gajah Mada, dan akhirnya Bali dapat  dikuasai sehingga Agama Hindu berkembang di Bali.
            Sesuai dengan Sumpah Palapa Gajah Mada masih ada satu daerah yang belum dapat ditundukkan, yaitu Pajajaran, namun tahun 1357 Pajajaran dapat ditundukkan, yaitu dengan tipu muslihat mengawinkan Hayam Wuruk dengan puteri Raja Pajajaran, yang bernama Dyah Pitaloka. Disini timbul pertentangan antara Gajah Mada dengan Raja Pajajaran, Sri Baduga Maharaja. Dimana Raja Pajajaran akan mengantarkan putrinya di Lapangan Bubad, sedangkan Gajah Mada menghendaki agar putri Dyah Pitaloka diserahkan sebagai upeti. Akhirnya timbulah perang Bubad dimana Majapahit memperoleh kemenangan.
            Pada tahun 1364, Maha Patih Gajah Mada meninggal dunia. Sepeninggal Gajah Mada tidak ada pengganti yang dapat menyamai kepintaran dan ketangguhannya dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah Majapahit yang letaknya jauh kurang mendapat perhatian, akhirnya Majapahit secara perlahan-lahan mengalami kemunduran. Pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal.Tidak lama sepeninggal Raja Hayam Wuruk, pada tahun 1401-1406 di Majapahit terjadi perang saudara yang disebut perang Paregreg. Akibat perang saudara tersebut satu persatu daerah taklukannya melepaskan ikatan terhadap Majapahit. Kemunduran Majapahit dapat diketahui dari sengkalan Jayabaya yang berbunyi “Sirna Hilang Kertaning Bumi” atinya pada tahun 1400 saka (1478 Masehi) runtuhnya kerajaan Majapahit.

Raja-Raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit:
1.      Raden Wijaya 1273 – 1309
2.      Jayanegara 1309-1328
3.      Tribhuwanatunggaldewi 1328-1350
4.      Hayam Wuruk 1350-1389
5.      Wikramawardana 1389-1429
6.      Kertabhumi 1429-1478


     


           

                                   

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajaan Majapahit"

Post a Comment